Jelas apa yang ingin dijangkau Ebiet lewat album perdananya ini tiada lain adalah komunikasi dalam kemanusiaan dan keindahan. Sungguh karya musik dan sekaligus lirik-lirik yang diciptakannya memiliki sesuatu energi segar bagi pembaharuan dan kemajuan musik Tanah Air kita.
“Tak ada jalur definitf dalam warna musik saya! Terserah saja mau dimasukkan dalam jenis apa musik saya ini”, demikian kata Ebiet. Sebab begitulah kadang-kadang seorang pencipta lagu tak tahu jenis musik apa atau jalur mana karya ciptaannya itu. Yang cukup bisa dipahami adalah bahwa Ebiet mencoba menyodorkan konsep musikalisasi puisi yang serba komplit dalam penggarapannya.
Secara polos Ebiet menerangkan bahwa pada awalnya ia lebih tertarik dengan bidang puisi. Dan baru kemudian ia menganggap bahwa puisi akan terasa lebih komunikatif serta berdaya jangkau lebih luas kalau dimusikalisasikan. Untuk pertama kalinya di tahun 1974 Ebiet mencoba muncul untuk menyanyikan puisi karya Emha Ainun Najib berjudul “KUBAKAR CINTAKU”.
“Saya tidak mau disebut sebagai penyanyi”, begitu ucap Ebiet. “Saya punya cita-cita untuk sukses sebagai Penyair yang senang musik dan nyanyi!”, katanya menegaskan. Ketika diadakan pertemuan para seniman di Yogyakarta, Ebiet muncul dengan menyanyikan sebuah lagu yang mengambil lirik dari puisi karya penyair Amerika terkemuka Emily Dickinson.
Kota-kota yang pernah menjadi pertunjukan solonya antara lain Yogyakarta, Pekalongan, dan Surabaya. Ebiet yang bersahabat dengan tokoh musik terkemuka Leo Kristi dikatakan sebagai memiliki suara mirip Jose Feliliciano. “Dia bukan penyanyi favorit saya. Kalau benar suara saya mirip Jose Feliliciano, hal itu hanya sebagai kebetulan saja”, ucap Ebiet. Lantas musisi mana yang menjadi idolanya? “Mereka yang saya senangi adalah Bob Dylan, John Denver, dan Joan Baez”.
Musik yang diciptakan Ebiet melalui lagu-lagunya terasa memiliki warna country modern, sekalipun disana sini terlihat juga unsur pop, rock, boogie, folk sampai kesentuhan klasik juga ia munculkan. Ebiet pernah ikut kursus gitar tokoh musik kenamaan Kusbini.
Disini Ebiet memainkan gitar akustik dan harmonika. Thema keimanan berusaha ditonjolkan Ebiet dalam banyak puisi dan lagu-lagunya. “Itulah sebabnya saya sangat terkesan oleh sastrawan penyair Subagio Sastrowardoyo. Karya-karya puisinya mengungkapkan hubungan dengan Ketuhanan. Dan secara jujur saya pernah mengalami keresahan dalam menilai Ketuhanan ini. Tapi semakin saya jauh terasa semakin hampa, dan akhirnya saya kembali meyakini keimanan yang semakin mantap”, ucap Ebiet yang muslim itu.
Itulah sekelumit tentang Ebiet yang memiliki kemampuan besar untuk maju dan memajukan dunia musik pop Indonesia yang mulai nampak cerah dan menaik dalam cita rasa. Dan karya album perdananya ini memiliki momentum yang cukup meyakinkan.
MUSISI
Billy J. Budiharjo
Music director, electric guitar, bass guitar, accoustic guitar/mellotron
Dodo
Accoustic piano, strings/mellotron, synthesizer
Opop
Drum
Ebiet G. Ade
Accoustic guitar, harmonika
Suryati Supilin
Biola
Zulkifly
Celo
Sutanto
Flute
Rully
Recording Engineer
LAGU UNTUK SEBUAH NAMA
Puisi & Lagu: Ebiet G. Ade
Mengapa jiwaku mesti bergetar
sedang musik pun manis kudengar
mungkin karena kulihat lagi
lentik bulu matamu….. bibirmu…..
dan rambutmu yang kaubiarkan jatuh berderai dikeningmu
makin mengajakku terpana,
kau goreskan gita cinta
Mengapa aku mesti duduk disini
sedang engkau tepat di depanku
mestinya aku berdiri
berjalan ke depanmu….. kusapa…..
dan kunikmati wajahmu atau kuisyaratkan cinta
tapi semua tak kulakukan
kata orang: Cinta mesti berkorban
Mengapa dadaku mesti berguncang
bila kusebutkan namamu
sedang kau diciptakan bukanlah untukku
Itu pasti….
Tapi aku tak mau peduli
sebab cinta bukan mesti bersatu
biar kucumbui bayangmu
dan kusandarkan harapanku
Yk Nop 1977
CAMELIA 1
Puisi & Lagu: Ebiet G. Ade
Dia Camelia, puisi dan pelitaku
kau sejuk seperti titik embun membasah di daun jambu
di pinggir kali yang bening
sayap-sayapmu kecil lincah berkepak
seperti burung camar terbang mencari tiang sampan
tempat berpijak kaki dengan pasti
mengarungi nasibmu, mengikuti arus air berlari
Dia Camelia, engkaukah gadis itu
yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi di setiap tidurku
datang untuk hati yang kering dan sepi
agar bersemi lagi….
Kini datang mengisi hidup
ulurkan mesra tanganmu
bergetaran rasa jiwaku
menerima karuniaMu
Camelia oh Camelia
Okt 1976
PESTA
Puisi & Lagu: Ebiet G. Ade
Pada sebuah pesta aku kehilangan sesuatu
bukan yang nampak di mata, tapi yang ada di dalam
kalian pasti menyangka aku jatuh cinta
bukan itu yang kumaksudkan
aku kehilangan diriku…..
Pada sebuah pesta dansa aku merasa hilang
langit-langit seperti berputar, hmm…, berputar
aku seperti bayi yang serba tak mengerti
Ketika seorang dara memaksaku berdansa
aku merasa geli sendiri sebab itu tak mungkin
apalagi cara berdansa mana mampu kulakukan
sedang menyentuh kulit perempuan aku tak berani
Pada sebuah pesta aku jadi teringat
waktu ibuku di kampung menumbuk padi
sebab musik berdetak
seperti lesung ditalu
Yk 1978
NASIHAT PENGEMIS UNTUK ISTRI
&
DOA UNTUK HARI ESOK MEREKA
Puisi & Lagu: Ebiet G. Ade
Istriku, marilah kita tidur. Hari telah larut malam
lagi, sehari kita lewati… meskipun nasib semakin tak pasti
lihat anak kita tertidur menahankan lapar
erat memeluk bantal dingin pinggiran jalan
wajahnya kurus, pucat, matanya dalam
Istriku, marilah kita berdoa. Sementara biarkan lapar terlupa
seperti yang pernah ibu ajarkan: Tuhan bagi siapa saja
meskipun kita pengemis pinggiran jalan
doa kita pun pasti Ia dengarkan
bila kita pasrah diri, tawakal
esok hari perjalanan kita masih sangatlah panjang
mari tidurlah, lupakan sejenak beban derita. Lepaskan
…….. dengarkanlah nyanyi
…….. dari seberang jalan
…….. usah kau tangisi
…….. nasib kita hari ini
Tuhan,
selamatkanlah istri dan anakku
hindarkanlah hati mereka dari iri dan dengki
kepada yang berkuasa dan kenyang di tengah kelaparan
Oh.. hindarkanlah mereka dari iri dan dengki
kuatkanlah jiwa mereka, bimbinglah di jalanMu
bimbinglah di jalanMu
Yk 1977
DIA LELAKI ILHAM DARI SURGA
Puisi & Lagu: Ebiet G. Ade
Dia yang berjalan melintasi malam
adalah dia yang kemarin dan hari ini
akan selalu menjadi ribuah cerita
karena dia telah menempuh semua perjalanan
dia berjalan dengan kakinya
dia berjalan dengan tangannya
dia berjalan dengana kepalanya
tetapi ternyata …
dia lebih banyak berjalan dengan pikirannya
Dia jelajahi jagat raya ini
dengan telanjang kaki dan tubuh penuh daki
meskipun dia lebih lapar dari siapa pun
dia menempuh lebih dari siapa pun
meskipun dia lebih miskin dari siapa pun
meskipun dia lebih nista dari siapa pun
tetapi ternyata …
dia lebih tegak perkasa dari siapa pun
batu-batu seperti menyingkir
sebelum dia datang, sebelum dia lewat
semak-semak seperti menguak
sebelum dia injak, sebelum dia menyeberang
dia berjalan dengan matanya
dia berjalan dengan perutnya
dia berjalan dengan punggungnya
tetapi ternyata …
dia lebih banyak berjalan dengan pikirannya
Gadis-gadis selalu menyapa
karena dia tampan, meskipun penuh luka
kata-katanya tak bisa dimengerti
tetapi selalu saja akhirnya terbukti
dia lekaki gagah perkasa
dia lelaki ilham dari surga
dia lelaki yang selalu berkata:
bahwa kita pasti akan kembali lagi kepadaNya
Yk 30 Sept 1978
JAKARTA I
Puisi & Lagu: Ebiet G. Ade
Selamat pagi padamu Jakarta
di pintumu kau tak sambut tanganku
hanya suara tawamu kudengar parau… Jakarta
dan nafasmu gemuruh gemerlapan
seperti sengaja kau ciptakan untukku
sementara masih terasa gema doa di mulutku
Inikah Jakarta?
hanya beginikah sikapmu Jakarta?
atau aku yang salah, bila kukatakan kau tak ramah
debu-debu panas di jalanan
nampak sepi dari cinta dan kasih sayang
tidak seperti di kampungku yang hijau
Di sini …
tak kan kutemukan lagi suara seruling yang ditiup lelaki kecil
sambil berbaring di punggung kerbau yang digembalanya
atau nyanyian bambu-bambu seperti musik simphoni
mengiringi anak-anak telanjang bermain berkejaran di pematang basah
Selamat malam padamu Jakarta
dimanakah kau sembunyikan kekasihku
atau mataku yang tak mampu lagi mengenali wajahnya
sebab…
tak ada bau lumpur dan rumput di rambutnya
seperti ketika dia masih tinggal di kampung
suka bercanda berdua di bawah malam purnama
Inikah Jakarta?
hanya beginikah kiranya Jakarta?
kau cambuk punggung siapa saja
yang kalah atau yang tetap bertahan
bahkan di sini …
matahari seperti enggan terbit dari timur lagi
tidak seperti di kampungku yang damai
matahari selalu terbit dari sela bukit biru
dengan warna kuning kemerahan di atas hijau dedaunan
di bawah burung-burung mulai beterbangan
di sini aku makin rindu kampungku
di sini aku makin cinta kampungku
bersabarlah…
akan kutundukkan Jakarta…
untukmu!
20 Oktober 1978
PERNAH KUCOBA UNTUK MELUPAKAN KAMU
(HIDUP I)
Puisi & Lagu: Ebiet G. Ade
Pernah kucoba untuk melupakan Kamu
dalam setiap renunganku
melupakan semua yang Kau goreskan
pada telapak tanganku
dan juga kucoba untuk meyakinkan pikiranku
bahwa sebenarnya Engkau tak pernah ada
bahwa bumi dan isinya ini tercipta
karena memang harus tercipta
bahwa Adam dan Hawa tiba-tiba saja turun
tanpa karena makan buah kuldi dahulu
dan aku lahir juga bukan karena campur tanganMu
hanya karena ibu memang seharusnya melahirkanku
Tetapi … yang kurasakan kemudian
hidup seperti tak berarti lagi
dan ternyata bahwa …
hanya kasih sayangMu yang mampu membimbing tanganku
Tuhan, maafkanlah atas kelancanganku
mencoba meninggalkanMu
sekarang datanglah Engkau bersama angin
agar setiap waktu aku bisa menikmati
kasihMu
Feb 1977
OBSESI KP I/203
(HIDUP II)
Puisi & Lagu: Ebiet G. Ade
Malam ini aku mesti pulang
untuk segera tidur di kamarku yang gelap
meskipun sebenarnya aku ingin tetap tinggal
untuk menikmati bintang, untuk menikmati bulan
sebentar lagi Kasih beri aku waktu
untuk sekedar mengucapkan selamat malam
meskipun aku tak dapat melihat wajahMu
tapi hembusan angin cukup mengatakan kehadiranMu untukku
Dan sekarang aku telah tidur sendiri
di kamarku yang gelap dan dingin penuh angan-angan
dan sekarang aku telah pulang kembali
ke rumah yang kotor dan penuh cita-cita
di sinilah, di kamarku yang gelap ini
aku ingin menumpahkan kerinduanku
di sinilah, di kamarku yang dingin ini
aku ingin menangis di pangkuanMu
Hari ini aku pergi sembahyang
untuk mendekatkan diri kepadaMu
semoga Kau tahu apa yang kumaksudkan
semoha Kau lebur dosa dan kekhilafanku
BERJALAN DI HUTAN CEMARA
Puisi & Lagu: Ebiet G. Ade
Berjalan di hutan cemara
langkahku terasa kecil dan lelah
makin dalam lagi ku ditelan fatamorgana
tebing tanah basah di pinggir jalan setapak
seperti garis wajahMu, teduh dan kasih
makin dalam lagi ku dicekam kerinduan
Kabut putih melintas di jalanku
jarak pandangku dua langkah ke depan
ada seberkas cahaya menembus rimbun dedaunan
sanggupkah menerangi jalanku
dan aku berharap kapankah kiranya
sampai di puncak sana
aku kan bertanya siapakah diriku
aku kan bertanya siapakah Kamu
aku kan bertanya siapakah mereka
aku kan bertanya siapakah kita
Desember 1977
Puisi & Lagu: Ebiet G. Ade
Kemanakah akan kucari lagi
butir-butir cintaku yang lama kubuang
apakah pada gelombang lautan
atau pada hiruk-pikuk jalanan
Semua sungai ingin kususuri
semua bukit ingin kudaki
semua padang belantara akan kutembus
harus kutemukan lagi sebutir cintaku yang hilang
ditelan dusta … kemarau panjang …
Kapankah akan kudengar lagi
nyanyian angin dan denting gitarmu
apakah pada pancaran rembulan
atau tubuh-tubuh panas jalanan
Semua bumi angin kujejaki
semua langit akan kudaki
semua bintang-bintang akan kutembus
harus kutemukan lagi sebutir cintaku yang hilang
ditelan dusta … kemarau panjang …